Arsip

Archive for the ‘Kehidupanku’ Category

The Big Four “Anthrax”


 Image
Biografi
 
Band beraliran metal ini dibentuk oleh Scott Ian dan Danny Liker pada tahun 1981.Anthrax populer di kalangan scene trash metal pada tahun 1980an. Band ini masuk dalam jajaran Big 4, yaitu MetalicaSlayer, dan Megadeth.

Band ini beberapa kali mengalami perombakan. Personilnya keluar masuk silih berganti. Formasi Anthrax pada tahun 2011 adalah Scott Ian (gitar rythm), Charlie Benante (drum),Frank Bello (Bass), Rob Caggiano (gitar), Joey Belladonna (vokal). Hingga kini, tercatatScott Ian dan Charlie Benante yang paling konsisten sepanjang 27 tahun belakangan.

Karir 

 
Debut album Anthrax adalah FISTFUL OF METAL yang direkam pada tahun 1983 dan dirilis bulan Januari 1984. Mereka melewati liku-liku perjalanan karir dengan berbagai macam kendala, terutama dalam hal personil.

Namun demikian, hal tersebut tidak mempengaruhi band ini untuk terus berkarya. Mereka konsisten meluncurkan album hampir setiap tiga tahun sekali. Baru pada tahun 1998 mereka beristirahat agak lama dari yang sudah-sudah.

Tahun 2003, Anthrax kembali menelurkan sebuah album yang diberi judul WE’VE COME FOR YOU ALL. Setelah itu, mereka hanya mengadakan konser-konser dengan beberapa kali pergantian personil pada posisi vokal, gitar, dan bass.

Tahun 2011 mereka merilis album bertajuk WORSHIP MUSIC dan menggelar konser promo album mereka , termasuk salah satunya di Indonesia. Konser tersebut akan diadakan di Pantai Carnival Ancol pada tanggal 10 Desember 2011.

DISKOGRAFI

 
  • FISTFUL OF METAL (1984)
  • SPREADING THE DISEASE (1985)
  • AMONG THE LIVING (1987)
  • STATE OF EUPHORIA (1988)
  • PERSISTENCE OF TIME (1990)
  • SOUND OF WHITE NOISE (1993)
  • STOMP 442 (1995)
  • VOLUME 8: THE THREAT IS REAL (1998)
  • WE’VE COME FOR YOU ALL (2003)
  • WORSHIP MUSIC (2011)
Kategori:Kehidupanku Tag:

Iron Maidens Mengaku Lebih Suka Bir Indonesia


Image

Mengklaim diri sebagai satu-satunya band tribute Iron MaidenThe Iron Maidens yang beranggotakan lima orang perempuan, Kirsten Rosenberg alias Bruce Chickinson (vokal), Wanda Ortiz alias Steph Harris (bas), Courtney Cox alias Adriana Smith (gitar), Nita Strauss alias Mega Murray (gitar) dan Linda McDonald alias Nikki McBurrain (drum) ini akan menggelar pertunjukan di 3 kota sekaligus, yaitu Jakarta, Jogja dan Bali.

Band asal Los Angeles, Amerika Serikat ini didatangkan oleh Blackrock Entertainment. Dijadwalkan tampil tanggal 05 April di The Rolling Stones Cafe, Jakarta Selatan, The Iron Maidens akan bermain dalam durasi sekitar 2 jam, membawakan 16 lagu.

Ternyata, selain bermain di band, masing-masing personel mempunyai kesibukan yang berbeda. Misalnya Kristen Chickinson yang dalam band bertugas sebagai vokalis, dia juga punya bisnis makanan.

Wanda Ortiz alias Steph Harris, selain bassist The Iron Maidens, juga adalah seorang semi konduktor orkestra. Sementara salah satu gitaris,Nita Strauss alias Mega Murray, sering tampil sebagai model profesional, sekaligus seorang make up artist dan additional guitar player.

The Iron Maidens mengaku menyukai Indonesia walaupun bingung menghadapi kemacetan ibu kota, “Bir Balihai ini enak. Kami juga suka nasi goreng,” kata Nita Strauss.

Tetapi Kirsten Rosenberg seketika menolak mentah-mentah ketika ditawari makanan olahan jeroan, “Tidaaaakk! Saya vegetarian, makan tempe saja,” katanya sambil tertawa.

“Ini kali pertama kami ada di Indonesia, kami merasa terhormat atas kesempatan ini. Ini akan seru sekali, akan gila-gilaan. Let’s do it!” seru

Kategori:Kehidupanku Tag:

Iron Maidens American Heavy Metal From L.A


Image

Kadang-kadang ada rasa kasihan di hati bila menyaksikan sebuah tribute band berusaha sepenuh hati jadi semirip mungkin dengan band idolanya. Seperti memiliki skill dan talenta tetapi menghabiskan waktu dan energi untuk menjadi seperti orang lain. Situasi bisa selamat apabila konsep menghibur yang dihadirkan memang berbeda. Salah satu contoh ‘berbeda’ yang dimaksud adalah seperti yang terjadi pada 5 April kemarin ketika lima cewek super seksi merangsek panggung sambil membawakan hits milik Iron Maiden.

Hadir dengan nama-nama moniker seperti Bruce Chickinson (Kristen Rosenberg), Adrianna Smith (Courtney Cox), Nita Strauss (Mega Murray), Steph Harris (Wanda Ortiz) serta Nikki McBurrain (Linda McDonald), The Iron Maidens menampakkan dedikasi mereka terhadap sang idola, dan membuat show mereka menjadi menarik karena berhasil menghajar penonton dari dua sisi.

Pertama adalah sisi pemuas dahaga penggemar Iron Maiden, dengan sekitar 500 penonton membuktikan bahwa band sebenarnya yang justru sudah menyambangi Indonesia terlebih dahulu masih belum cukup. Penonton butuh lebih. Dan mereka pun mendapatkan lebih, setelah dihibur total dengan hits macam “Two Minutes To Midnight”, atau “Wasted Years” dan masih banyak lainnya. Menjadi pengganti sensasi ketika band yang sebenarnya datang dan absen membawakan beberapa lagu yang seharusnya dibawakan.

Yang kedua adalah semua sensasi ini dibawakan dengan keseksian maksimal. Bikini seksi yang dibalut jaket jeans, celana ketat, tank top, tapi digabungkan dengan agresifnya kibasan rambut sangar ketika headbang, lead guitar shredding yang impresif, serta permainan drum yang mencengangkan.Segera saja citra seksi berkembang menjadi sangar. “Murder at the Rue Morgue”, “Iron Maiden”, “Hallowed Be Thy Name” “The Trooper” digelontorkan dengan intens, tapi anehnya penonton bergeming. Entah karena terlalu malas bergerak, atau sudah keburu tercengang dengan gerakan dan visual megasensual dari Courtney Cox dan Nita Strauss. Sekilas menikmati penampilan The Iron Maidens seperti menikmati sebuah show ala Las Vegas dalam versi metal. Iron Maiden tak salah memilih The Iron Maidens sebagai band tribut resmi. Tak ada rotan akar pun jadi.

Kategori:Kehidupanku Tag:

Jokowi, Penggemar Musik Cadas Metal


Image

Dengan mengenakan kaos grup cadas Lamb of God, Walikota Solo, Jokowi mengacungkan jari metal di event “Rock In Solo Heritage Metal Fest 2011” yang dihadiri 36 band cadas dalam dan luar negeri serta hampir 10 ribuan massa metal yang hijrah dari seputaran kota-kota di Jawa Tengah.

Kedatangan orang nomer satu dari kota solo ini sungguh tidak di duga public metal karena bisa jadi dalam catatan sejarah event rock dan metal di Indonesia, undangan kehadiran untuk para pejabat daerah biasanya langsung dimasukkan tempat sampah. Jokowi ternyata benar-benar membuktikan diri sebagai pemimpin sekaligus wakil rakyat sejati, berbeda sekali dengan rekan-rekannya di Senayan dan daerah lain yang korup dan penuh intrik kekuasaan. 

Mulanya Jokowi datang mengenakan jaket merah yang tidak kancingkan tanpa pengawalan dari aparat keamanan. Bahkan tanpa sesuatu hal yang mencolok. Tapi berhubung profil Walikota cukup popular dimata warganya, penonton yang mengetahui kedatangan beliau langsung menyerbu untuk bersalaman. Saat bersalaman itulah para metal-er mengetahui dibalik jaket hitamnya, Walikota mengenakan kaos Lamb of God dan meminta untuk dibuka dan ditunjukkan saja. Tanpa sungkan Jokowi langsung membuka jaketnya sambil menceritakan bahwa dirinya sesungguhnya penggemar metal “Saya ini penggemar Metallica, Iron Maiden, dan grup band rock lainnya. Dulu waktu masih muda, saya pernah gondrong. Tapi sekarang sudah tidak. Nanti malah lucu kalau Wali Kota gondrong,” Penontonpun bertepuk tangan dan tertawa.

Kala itu Jokowi sangat antusias menyaksikan aksi sangar Band Kataklysm asal Kanada.hingga band Death Angel asal Amerika yang membawakan nomor-nomor trash metal terbaiknya dalam album Reentless Retribution. Kehadiran Jokowi menyaksikan dua band cadas tersebut lagi-lagi terlihat bukan formalitas semata untuk mendapatkan kesan atau citra simpatik seperti apa yang ditampilkan para pemimpin di Jakarta. Jokowi hadir apa adanya. 

Sabtu, 17 September 2011 itu sebenarnya ada beberapa acara lain yang membutuhkan kehadirannya, salah satunya adalah Halal Bi Halal bersama Forum Wartawan Surakarta (FWS) . Namun Jokowi lebih memilih berbagi tugas dengan wakilnya yang sama-sama dekat dengan masyarakat yakni , Fransiscus Rudyanto untuk menghadiri halal bi halal tersebut. “ Sebenarnya saya juga di undang ke acara metal tersebut, tapi pak Walikota meminta saya datang ke acara Halal Bi Halal wartawan. Kirain dia mau kemana, eh ternyata malah nge-rock “ Ujar Rudi sambil tertawa lepas. Dalam acara halal bi halal tersebut, tak mau kalah dengan komandannya, Wakil Walikota Solo Rudyanto mengajak para wartawan untuk ber Koes Plus ria untuk menghangatkan suasana.

Pasangan Joko Widodo dan wakilnya Fransiscus Rudy selama ini memang dikenal sebagai pemimpin local yang banyak melahirkan kebijakan membumi bagi rakyatnya. Hampir tak ada friksi yang berarti antara masyarakat dan pemerintah daerah selama pasangan ini memerintah kota Solo. Amanah yang diemban menempatkan kekuasaan yang diwenangkannya sebagai abdi rakyat sejati, bukan abdi kekuasaan. Segala permasalahan selalu diselesaikan dengan kepala dingin sehingga rakyat Solo benar-benar merasa memiliki pemimpin dan pengayom, suatu gambaran “cara memimpin” yang wajib di contoh semua kepala daerah di wilayah NKRI.

Image

Image

Kategori:Kehidupanku Tag:

Kembali Ke Diri Individu Penggemar


Image

 Para penggemar band rock seperti Nine Inch Nails biasanya sangat loyal kepada idolanya.

Banyak band bernama besar di Indonesia kini pusing tujuh keliling. Reputasi sebagai artis mainstream yang menjual album jutaan keping, RBT diunduh hingga jutaan kali, memiliki segudang hits, penggemar tersebar dari Sabang sampai Merauke ternyata tak mampu menyelamatkan karir musik mereka secara berkepanjangan di masa depan.

Tak ayal setelah tiga atau empat album dihasilkan nama besar mereka di beberapa tahun lalu hanya tinggal kenangan. Gone with the wind.

Banyak sekali contoh kasusnya jika ingin menyebut nama. Sosok-sosok artis atau band yang sangat terkenal beberapa tahun lalu karena hampir setiap hari mendominasi layar kaca kita sekarang ini hanya tinggal seonggok nama besar saja.

Musik baru mereka tak lagi ditunggu, event organizer sudah jarang yang memanggil, sementara kehidupan harus terus berjalan dan membutuhkan ongkos tidak sedikit. Benar dapur harus tetap ngebul tapi darimana datangnya asap jika tiada api?

Sudah lama kita ketahui bahwa sistem dan mekanisme pembayaran royalti musik bagi artis/pencipta lagu di Indonesia tidak pernah beres, bahkan hingga era digital yang serba transparan dan dukungan legal dari UU Hak Cipta dan UU ITE telah menjaminnya. Belum lagi masalah pembajakan musik yang masih menjadi lingkaran setan, malah semakin menghebat dan naik kelas berhubung kini pembajakan online (illegal downloading) semakin menjadi tren di Tanah Air. 

Lalu bagaimana artis/pencipta lagu bertahan mendapatkan penghasilan dari profesi mereka sementara CD mereka tidak lagi laku bahkan dibajak, sementara tawaran manggung tak kunjung datang?

Banyak artis atau personel band kemudian terpaksa hijrah dan berbisnis diluar musik agar tetap mendapat penghasilan. Banyak pula label rekaman yang kemudian gulung tikar. Mereka merasa berbisnis musik semakin sulit di Indonesia. Pendengar musik semakin banyak namun pembeli musik semakin sedikit, itulah kenyataan pahitnya.

Beberapa penyebab kegagalan band Indonesia dalam mempertahankan karir musik mereka hingga panjang umur di industri musik adalah karena kegagalan mereka dalam membangun basis massa penggemar (fanbase) dan tidak mengonsep band mereka sebagai brand sedari awal.

Rata-rata mereka sudah cukup puas dan terlena dengan kesuksesan hari ini sehingga sulit untuk berpikir bahkan terlalu malas untuk menyiapkan rencana pengembangan karir di masa depan.

Saya sering memerhatikan band-band mainstream di Indonesia kebanyakan memang dibesarkan oleh peran label rekaman mereka, bukan besar karena dukungan fans. Beberapa bahkan sengaja direkayasa eksistensinya oleh label rekaman dengan diguyur marketing budget yang sangat besar. Single mereka diputar oleh ratusan stasiun radio di seluruh Indonesia, tampil playback/lip sync di berbagai acara musik pagi di TV hingga manggung di berbagai konser gratisan dalam rangka promosi sebuah produk. Akhirnya mereka memang menjadi artis bernama besar namun sayangnya tidak mengakar. 

Saking terlenanya dengan kesuksesan hari ini mereka seperti melupakan esensi utama membangun karir musik dan lebih sibuk wara-wiri di infotainment. Mereka malas mengembangkan fanbase dan lupa mengubah band mereka menjadi sebuah brand yang menguntungkan. Akhirnya semakin sering kita mendengarkan kisah band-band mainstream yang karirnya membusuk sebelum waktunya tadi.

Sedikit sekali artis/band di Indonesia yang serius untuk mengembangkan fanbase. Padahal mereka yang berniat untuk menggarapnya sejak awal akan menikmati hasilnya kemudian. Pernahkah Anda memerhatikan bahwa di Indonesia jarang sekali kita memiliki penggemar musik (fans) yang loyal dan berdedikasi? 

Diluar Slankers dan Oi (fans Iwan Fals), sekarang ini kita hanya mengenal fans sebuah band adalah juga fans dari band lainnya. Jadi jika ia adalah penggemar Samsons maka bisa jadi ia juga penggemar Nidji, Kerispatih, bahkan ST12. Fans musik di Indonesia cenderung ngefan dengan lagu. Bahkan mereka hanya loyal kepada single yang hits. Jika sebuah lagu enak dan hits maka mereka akan nge-fan, jika ada lagu baru yang hits mereka akan segera pula berpindah. 

Tidak ada lagi pengalaman mendengarkan dan mengapresiasi musik dengan cara membeli album. Pengalaman memandangi sampul album yang indah, membaca lirik yang menggerakkan, menyimak album sendirian dengan CD player di kamar sembari mengingat nama-nama orang dalam daftar terima kasih artis/band menjadi aktivitas yang langka sekarang. 

Tidak perlu lagi menabung untuk membeli CD atau kaset karena semuanya sudah tersedia dengan mudahnya di dunia maya. Parahnya lagi, semakin sedikit yang membeli album CD dan lebih senang mengunduh single secara ilegal karena dianggap gratis dan halal. Ironisnya, banyak fans yang belakangan ini tanpa sungkan bahkan meminta link download album yang ilegal kepada artisnya sendiri via Twitter atau Facebook

Jangan salahkan juga jika mereka tidak paham tentang HKI (Hak Karya Intelektual) atau Hak Cipta karena memang sosialisasi tentang hal tersebut sangat minim dari pemerintah atau kalangan industri rekaman sendiri. Alhasil para penggemar musik ini memang tidak pernah diedukasi untuk menghargai hasil karya cipta artis/band dengan cara membeli album atau mengunduh secara legal musik mereka.

Ini agaknya merupakan imbas dari industri musik kita yang suka serba instan dan lebih mementingkan meraup keuntungan sesegera mungkin dibanding berinvestasi untuk membangun fanbase artis yang loyal. Kondisi ini semakin diperparah dengan eksposur yang salah dari pemberitaan artis-artis di infotainment yang lebih senang mengungkap gosip dan skandal kehidupan pribadi bukan membahas karya dan prestasi dari artis tersebut.

Sementara di saat menikmati konser dari artis idola, ternyata rata-rata fans juga masih jarang sekali yang rela masuk dengan membayar tiket dan setia menunggu jebolan. Lucunya untuk patungan membeli minuman keras biasanya sangat cepat dan ketika sampai di dalam venue seringkali bukannya menikmati konser melainkan terlibat tawuran dengan sesama penonton atau fans juga.

Kebanyakan para penonton konser artis-artis lokal kita hingga kini masih disubsidi oleh sponsor-sponsor komersial seperti rokok, telekomunikasi selular dan sebagainya. Tak heran jika sejak puluhan tahun yang lalu hingga sekarang, harga tiket konser artis-artis Indonesia yang dilakukan di areal terbuka seperti tak pernah mengalami kenaikan berarti.

Bayangkan, untuk menyaksikan sebuah festival musik dengan line-up artis-artis terkemuka sebesar Soundrenaline saja mereka cukup merogoh kantong Rp 25 ribu. Bandingkan dengan tiket festival Big Day Out di Australia yang angka bisa mencapai Rp. 1,5 juta per harinya.

Idealnya seorang fan adalah aset berharga bagi artis/bandnya. Tak ada band yang besar dan kemudian legendaris di dunia hanya karena dukungan label rekaman, melainkan fans. Karena fans ini sejatinya akan selalu membeli CD, kaset, DVD, piringan hitam, merchandise, tiket konser sebagai bentuk dukungan nyata dan timbal balik mereka kepada artis idola yang telah ikut menghibur dan membahagiakan kehidupan sehari-hari dengan musik dan lagu yang mereka ciptakan. 

Manajemen artis seharusnya bisa lebih mengeksplorasi ide agar tercipta fanbase yang loyal terhadap artis mereka. Tidak perlu mahal dan repot pula mengelolanya. Hal-hal sederhana dan di jaman sekarang sudah menjadi standar adalah membuka akun di berbagai media sosial dan jejaring sosial seperti FacebookTwitter,ReverbNationBandCampMySpace hingga blog. Namun sebelum semua itu dirambah ada baiknya juga kita mengecek apakah situs resmi artis kita masih ter-update informasi-informasi terbaru artis secara rutin dan periodik? 

Dengan tren anjloknya angka penjualan album rekaman fisik berupa CD, kaset maupun DVD seperti terjadi sejak tujuh tahun terakhir ini serta anjloknya angka pengunduh RBT, sudah semestinya band dan manajemen mulai menerapkan strategi pemasaran baru dengan mengubah band mereka menjadi sebuah brand yang memiliki nilai jual tak hanya di musik namun juga sebuah gaya hidup yang kemudian menginspirasi fanbase.

Kategori:Kehidupanku Tag:

Mike Portnoy Hengkang Dari Avenged Sevenfold & Dream Theater


Image

Mantan drummer Dream Theater dan Avenged Sevenfold, Mike Portnoy, terpaksa harus menjelaskan kembali kepada para penggemarnya yang berada di Indonesia bahwa ia sudah tidak bergabung dengan kedua band tersebut.

Beberapa minggu yang lalu, saat Dream Theater akan tampil di Jakarta, masih banyak penggemar Dream Theater di Indonesia yang menyangka Mike Portnoy akan ikut tampil bersama band yang ikut ia dirikan tersebut.

Saat Avenged Sevenfold membatalkan konsernya di Pantai Carnival Ancol, Jakarta, pada Selasa (1/5) kemarin, ternyata masih banyak penggemar Mike Portnoy yang mengira bahwa ia juga ikut dalam rombongan Avenged Sevenfold ke Indonesia.

“Halo Indonesia, saya tidak tahu sudah berapa banyak cara berbeda atau berapa kali saya menulis ini: saya sudah tidak bersama dengan Dream Theater atau Avenged Sevenfold. Dan sudah tidak tergabung sejak 2010!,” tulis Portnoy di fanpage resmi miliknya di Facebook.

Dalam pernyataan tersebut, Portnoy juga mengaku sudah mendengar kabar tentang pembatalan konser Avenged Sevenfold di Jakarta.

“Saya minta maaf tidak berada disana dengan Dream Theater bulan kemarin dan saya tidak ada ada hubungannya dengan pembatalan konser Avenged Sevenfold hari ini (saya ikut menyesal mendengar kabar tersebut),” tulisnya.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, Portnoy akan mengadakan konser di Indonesia dengan beberapa musisi andal. Seperti Billy Sheehan, bassis ternama yang bermain untuk Mr. Big, Tony MacAlpine, gitaris solo yang pernah bermain dengan Steve Vai, dan yang terakhir adalah Derek Sherinian, mantan kibordis Dream Theater yang juga menjalankan tur dan rekaman untuk Alice Cooper, Billy Idol, Yngwie Malmsteen, Kiss, dan Alice in Chains.

Rencana konser Portnoy akan tampil di Jakarta pada 11 November 2012 tersebut langsung diungkapkannya melalui akun Twitter miliknya, @MikePortnoy. Hingga berita ini diturunkan belum diketahui siapa promotor konser tersebut.

Foto Mike Portnoy

Image

Image

Image

 

Kategori:Kehidupanku Tag:

Biography Trivium Heavy Metal


Image

Trivium adalah band Heavy Metal Amerika yang berasal dari kota Orlando, Florida, di bentuk pada tahun 2000. Sejak tanda tangan kontrak dengan Road Runner Records, mereka telah menelurkan lima album, sebelas single, dan dua belas musik video. Album terbaru mereka In Waves, dirilis pada tanggal 09 Agustus 2011.

Formasi dan debut album (1999-2004)

Di sebuah acara pertunjukan bakat di SMA Lake Brantley, gitaris Matt Heafy sedang tampil membawakan cover Self Esteem dari Offspring. Vokalis Brad Lewter kemudian memberitahu nya dan memintanya untuk bergabung dengan band. Mereka kemudian menuju rumah drummer Travis Smith disana mereka membawakan lagu Metallica “For Whom The Bell Tolls”. Terkesan dengan permainan Heafy mereka langsung menerima nya bergabung dengan band yang mereka beri nama Trivium. Setelah beberapa pertunjukan di bar dan club-club lokal, Brad Lewter berhenti dari band dan Heafy mengambil alih posisi nya sebagai vokalis. Pada awal tahun 2003, mereka masuk studio untuk merekam album berkualitas tinggi pertama mereka. Sebuah copy dari demo ini terdengar oleh label asal Jerman Lifeforce, yang juga mengontrak Trivium. Mereka masuk studio dan merekam debut album mereka yang di beri judul Ember To Inferno.

Image

Seiring berjalannya waktu Corey Beaulieu ikut bergabung. Pada tahun 2004, Paolo Gregoletto masuk menggantikan Brent Young sebagai Bassist yang sebelumnya ikut tur dengan Machine Head. Album Ember To Inferno telah menarik perhatian major label sekelas Road Runner Records dan langsung teken kintrak dengan Trivium. Mereka kemudian segera menulis lagu untuk debut major label mereka.

Image

Ascendancy (2004-2006)

Pada tahun 2004, Trivium merekam album kedua mereka yang berjudul Ascendancy, di studio Audiohammer dan Morrisound Recording di Florida. Di produseri oleh Heafy dan Jason Suecof, album ini di rilis pada bulan Maret 2005. Album ini bertengger di posisi nomor 151 di Billboard 200 dan nomor 4 di chart Top Heatseeker. Beberapa orang reviewer musik seperti Johnny Loftus dari Allmusici dan Rod Smith dari Decibel Magazine memberikan pujian terhadap mereka baik dari segi permainan maupun skill dan penampilan mereka. Album ini di kenal juga sebagai album of the year dai majalah Kerrang!. Kemudian pada tahun 2007 mereka menerima Gold Record pertama mereka di Inggris untuk penjualan lebih dari 100.000 keping. Pada tahun 2005, Trivium tampil di panggung utamaDownload Festival di Castle Donnington, Inggris yang di nyatakan oleh Heafy sebagai gebrakan awal Trivium menuju panggung dunia.

Kemudian beberapa single dan video musik di rilis untuk lagu Like Light To The Files, Pull Harder On The String of Your Martyr, A Gunshot To The Head of Trepedation, dan Dying In Your Arms. Video-video ini mendapat giliran di putar di MTV2 Headbangers Ball dan Pull Harder On The String of Your Martyr telah menjadi lagu mereka yang paling di kenal dan selalu menjadi penutup bila mereka tampil di panggung untuk menutup pertunjukan mereka. Untuk mendukung album ini Trivium mengadakan tur dengan artis-artis tenar lainnya. Mereka jadi band pembuka untuk Killswitch Engage, Iced Earth, Fear Factory dan Machine Headyang merupakan pengaruh terbesar bagi Heafy dalam bermusik. Ascendancy di rilis ulang pada tahun 2006 dengan tambahan empat bonus lagu dan sebuah DVD yang berisi semua musik video mereka dan Live Footage.

Image

The Crusade (2006-2008)

Setelah melakukan Headlining tur bersama Mendeed dan God Forbid sebagai band pembuka, pada bulan April 2006 Trivium masuk studio kembali dengan Heafydan Suecof kembali sebagai produser. Mereka main lagi di Download Festival, kali ini di panggung utama dengan Korn dan MetallicaTrivium merilis The Crusadepada bulan Oktober 2006. Bertengger di posisi 25 di Billboard 200, album ini terjual lebih dari 32000 kopi pada minggu pertama semenjak di rilis. Banyak kritikus-kritikus musik memuji album ini sebagai album of the year. Di The Crusade gaya vokal Heafy berubah dari scream nya Metalcore menjadi lebih bernyanyi dengan vokal yang jernih. Perubahan gaya bernyanyi ini merujuk ke genre Thrash Metal dan terlalu mirip dengan Metallica yang memang menjadi pengaruh yang sangat besar bagi band ini. Heafy berkata dengan perubahan gaya vokal ini: “Jika seseorang bertanya-tanya kenapa screaming nya hilang, itu karena kami berempat belum pernah masuk ke band yang menggunakan gaya scream dan kami juga kurang menyukai band-band sekarang yang menggunakan gaya scream, kemudian kami bertanya kepada diri kami sendiri, kenapa kita memakainya?(scream style). Untuk waktu dekat ini saya ingin bernyanyi lebih baik dan itulah yang ingin kami dengar, jadi kami hilangkan vokal scream dan banyak berlatih untuk vokal dan pengerjaan vokal lainnya”.

Untuk mendukung album ini mereka melakukan tur bersama Iron Maiden dan Metallica. Muncul di tur Black Crusade bersama Machine Head, Arch Enemy, DragonForce dan Shadows Fall. Mereka juga melakukan headlining tur dengan band pembuka Annihilator dan SanctityTrivium di berikan predikat sebagai best live band of 2006 oleh majalah Metal Hammer golden Gold Award.

Image

Shogun (2008-2009)

Pada bulan Oktober 2007 Trivium kembali masuk studio untuk rekaman dengan produser Nick RaskulineczHeafy mengatakan bahwa dia ingin teriakan(scream) yang dulu ada di album Ascendancy ada kembali di album berikutnya Trivium. Mereka mengatakan bahwa mereka tidak bekerja sama dengan Suecof lagi karena mereka telah mengerjakan tiga album bersamamnya dan ingin meng-eksplorasi ide-ide baru. Proses rekaman berakhir pada bulan Juni 2008. Dalam sebuah interview dengan majalah Inggris MEtal Hammer HEafy mengatakan bahwa di album kami yang berikut akan ada banyak Scream dan raptors. Mungkin lebih banyak screaming karena adanya raptors. Dia juga berkata lewat majalah Revolver bahwa “Untuk pertama kalinya kami tiak bisa melihat ke lagu kami dan mengatakan riff-riffnya mirip lagu siapa. Kami benar-benar membuat gaya sendiri, seni sendiri, dan itu sangat menhyenangkan”. Pada bulan September 2008 Trivium merilis album ke empatnya yang diberi judul Shogun. Album ini terjual 24.000 kopi di minggu pertama saat telah rilisnya di Amerika, dan menerobos posisi 23 di Billboard 200, dan menduduki peringkat nomor 1 di Rock Album Chart Inggris.

Image

Pada tanggal 14 Agustus, Metal Hammer memposting di blog mereka, sebagai mana yang di katakan oleh Matt Heafy “Kami mempunyai beberapa ide, bukan sebagai band tapi sebagai masing-masing individu dan itu sekitar sepuluh atau dua puluh lagu. Saya sendiri telah menyelesaikan lima belas buah, namun saya telah menyingkirkan semuanya dan meninggalkan enam buah saja sebagai yang bagus-bags saja, lagu baru yang saya tulis lebih kuat dan lebih baik. Paolo Gregoletto (bass) punya setumpuk lagu juga sekitar 20-an lebih, namun dia masih memilih-milihnya. Semua orang terus menulis lagu sebanyak mungkin, dan mencoba memilah lagu-lagu tersebut agar menjadi lagu-lagu terbaik dari kami”.

Walau begitu pada tanggal 7 November, mereka mengumumkan di Theater Of Living Arts di Philadelphia bahwa mereka untuk sementara tidak akan kembali ke Philadelphia karena akan masuk stufio untuk merekam album baru selama pertengahan tahun 2010.

Untuk mendukung album ShogunTrivium melakukan tur secara ekstensif selama tahun 2009, Band-band pembuka selama tur mereka adalah Chimaira, Darkest Hour, Dirge Within, Whitechapel, Rise To Remain dan Black tide.

Travis Smith secara tidak resmi meninggalkan band pada leg ke dua tur Into The mOuth of Hell We Tour. Pada tanggal 14 Februari band ini mengumumkan bahwaTravis telah resmi meninggalkan band dan posisi sebagai drummer di isi oleh Nick Augusto.

Keberangkatan Smith dan kontribusi di God Of War III (2010)

Beberapa hari setelah di rilisnya Shattering The Skies Above band mengadakan pers rilis bahwa mereka tidak bersama drummer asli lagi (Travis Smith)Heafymengatakan kenapa Trivium tidak bersama Smith lagi, dan bagaimana seorang teknisi drum, Nick Augusto, menggantikan posisinya.

Kami sampai ke titik dimana band ini sudah sangat kurang dalam kreativitas dan energi saat bermain Live, dan kami sangat bersyukur bisa menemukan Nick karena dia benar-benar orang yang mampu membawa band ini ke level selanjutnya”.

Sementara hubungan Trivium dengan Smith  terus memburuk sepanjang tahun, band tidak langsung mencari enggantinya. Smith keluar dari band dengan alasan untuk mengrus urusan pribadinya, Sampai band menemukan Nck Augusto dan main bersamanya, dan mereka menyadari injeksi dari darah baru di Trivium.

Heafy bilang “Saya sudah terbiasa dengan Augusto, anamun saya masih penasaran bagaimana dia akan melakukan nya dengan band kami, Saya ingat saat keluar dari mobil dan mendengar dia sedang atihan untuk tur Into The Mouth Of Hell We March dan Saya tidak pernah tau kalau lagu-lagu kami bisa di mainkan dengan kecepatan seperti itu. Suaranya seperti yang di album, namun lebih kencang, lebih berat dan lebih emosional. Lagu pertama yang kami mainkan bersamanya adalah Rain dari album Ascendancy dan Saya ingat dia memainkan bagian akhir dengan tanpa usaha agar berbunyi seperti nya itu palsu. Saya menatap Corey dan kami berdua sama-sama tertawa pada saat bersamaan, Saya bisa bilang bahwa kami berdua mengatakan “Who The Fuck Is This Guy?” jadi sangat menyenangkan bahwa dia bisa membawakan sesuatu yang sudah ada dengan semangatnya sendiri”.

Sampai saat ini Heafy tetap tidak tau urusan pribadi apa yang mencegah Smith untuk ikut tur, namun dia berterima kasih sekali bisa bermain bersamaAugusto,  dan mendo’akan Smith agar mendapat nasib yang lebih baik untuk usahanya ke depan.

Kami bilang padanya melalui telephone (bahwa kami lanjut kan band ini bersama Augusto) dan ini sangat sulit bagi semua orang untuk terlibat namun Saya berharap bahwa Travis bisa sadari bahwa ini akan menjadi yang terbaik untuk dirinya di masa yang akan datang. Untuk kesehatannya sendiri begitu juga unutk kami semua. Saya dengar dia telah melakukan dengan sangat baik sekarang dan hanya itulah yang dapat kami harapkan. Dan kami berharap dia melakukan nya dengan sangat luar biasa, apapun itu pilihannya dalam hidupnya”.

Dalam sebuah wawancara dengan OneMetal.com gitaris Corey Beaulieu menambahkan, “…seiring waktu, hal-hal sepertinya sudah tidak berjalan sebagai mana mestinya, sementara kami sedang ada headlining tur di Amerika dan Travis mengatakan tidak akan ikut tur lagi, jadi dengan sangat terpaksa kami harus memikirkan pengganti untuk posisi nya, dan begitu kami mulai main dengan Nick, kami sudah tau kalau ini lah hal terbaik, Salah satu alasan kepergian Smith dari band, kata Beaulieu.

“…segala hal sudah terpecah belah dan kami harus mencari pengganti Smith untuk menyelesaikan ini semua. Sangat senang bisa bekerja sama dengan Nick dan bila orang-orang melihat kami main live mereka akan tau alasannya”.

Trivium melakukan kontribusi untuk Soundtrack God Of War III dan merekam lagu Shattering The Skies Above mereka juga merekam lagu cover Sepultura, Slave New World

In Waves (2010-sekarang)

Dalam sebuah interview dengan STV, Heafy berkata “Segalanya berjalan dengan baik dan membuat kami merekam album baru lagi yang telah di persiapkan sebelumnya dan telah kami tulis selama ini. Ini akan menjadi rekaman yang terbaik dan harus jadi rekaman terbaik kami. Setiap rekaman kami selalu bilang begitu, tapi ini akan menjadi benar-benar nyata”. Bassist Paolo Gregoletto menambahkan “Kami telah latihan pada soundcheck seluruh isi rekaman ini. Kami mempunyai banyak ide baru dan sepanjang tahun kami membicarakan tentang hal ini bagaimana seharusnya album ini jadinya dan di panggung kami masih memikirkan bagaimana dan apa jadinya album ini yang akan membentuk kami. Kami mempunyai begitu banyak materi yang telah di tulis, dan setelah tur ini berakhir kami akan istirahat sejenak kemudian kembali menggebrak gudang dimana kami latihan dan menulis lagu dan kami akan mulai membuat demo, berharap kami mulai pada musim panas dan berakhir di musim gugur”.

Image

Dalam sebuah wawancara dengan Guitar World Trivium mengatakan bahwa album mereka yang akan datang akan di kerjakan lebih maju dengan melihat ke masa silam. Mereka akan melupakan komposisi Epic kompleks, tricked-out, dan lead gitar tujuh senar yang menjadi ciri khas pada album-album sebelumnya.Trivium akan mengambil pendekatan dengan album Ascendancy (2005) dengan menggunakan riff yang rapi, stelan Drop D, dan lebih banyak solo mudah. “Saat kami membuat Ascendancy, kami menulis nya secara sungguh-sungguh tanpa memikirkan sebaik apa kami bisa memainkan instrumen masing-masing,” kata Matt Heafy. “Itu pasti tidak akan terjadi lagi di dua album berikutnya.” Di album ini gitar dan bass di stel pada nada drop C#.

Corey Beaulieu menambahkan “Kami pastikan bahwa setiap lagu-nya akan sangat berharga dan dengan sound yang super-cathy yang tidak akan mudah hilang dari kepala para pendengarnya.” Matt Heafy menyatakan lewat akun twitter nya bahwa mereka akan masuk studio pada tanggal 2 Januari. Matt Heafy mengatakan pada tanggal 11 Desember bahwa akan ada 10 sampai 13 lagu dalam album baru ini. Pada tanggal 31 Januari 2011, di umumkan bahwa Trivium akan mengambil bagian dalam Mayhem Festival bersama Machine Head, In Flames, Megadeth, Godsmack dan Disturbed.

Di umumkan pada tanggal 18 Februari bahwa Trivium akan menjadi bintang tamu spesial untuk Iron Maiden pada tur Final Frontier mereka di London pada tanggal 06 Agustus 2011. Di situs resmi mereka Matt Heafy mengatakan “Kami akan merasa sangat terhormat dan senang bisa berbagi panggung dengan band legendaris seperti Iron Maiden. Ini akan menjadi show pertama Trivium di Inggris setelah sekian lama dan kami telah memiliki rekaman baru untuk debut. Lights up London for an immense night of Metal. Up The Irons.” Pada tanggal 21 Mei single baru Trivium bocor di internet. Lewat twitter Matt Heafy mengumumkan bahwa rekaman ini akan di beri judul In Waves.

Style musik dan Tema lirik

Trivium telah melewati banyak genre Heavy Metal seperti Metalcore, Thrash Metal, Progressive Metal, Alternative Metal, Groove Metal, dan Death Metal. Style mereka telah berevolusi mulai dari pembuatan Ember to Inferno sampai ke Shogun, sangat jelas ada pengaruh dari Thrash Metal dan Metallica dan awal nya dari In Flames. Trivium mengatakan bahwa pengaruh musik mereka datang dari Metallica, In Flames, Machine Head dan Iron Maiden.

Waktu Ascendancy di rilis Trivium tercatat membawakan Metalcore dengan unsur Thrash Metal yang kuat, dengan track ketiga mereka  Pulling Harder OnThe String of Your Martyr. Ascendancy juga menjadi album abad ini anugrah dari Metal Hammer. Rilis berikutnya nampak jelas perubahan band ini. The Crusade di lihat sebagai perubahan besar band ini merujuk ke perubahan gaya vokal, dan tidak adanya lagi scream dan beberapa melodi yang di pakai.

Secara keseluruhan perubahan band ini terjadi di setiap album yang mereka telurkan, begitu juga lirik-lirik yang mereka tulis. Total mereka adalah band yang berevolusi dari biasa menjadi band yang luar biasa. Dengan membuka diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi membuat mereka sangat di hormati di dunia Metal.

Foto Trivium Tour World

Image

Image

Image

Image

Image

Image

Image

Image

Image

Image

Image

Image

Kategori:Kehidupanku Tag:

Black Sabbath “The Legend of Rock & Roll”


Image

Pada akhir dekade 60 an dan awal 70 an, bermunculan band rock di daratan Inggris dengan berbagai karakter. Namun mereka baru bisa disebut pengusung musik tertentu apabila telah merilis dua–tiga album. Begitu juga Black Sabbath, yang bisa dijadikan sebagai salah satu referensi musik manca negara di era itu yang cukup melekat di benak pecinta musik rock tahum 60 an hingga 80 an.

Black Sabbath sendiri dibentuk di Birmingham, Inggris di tahun 1967. Formasi band ini terdiri atas, Tony Iommi (gitar), Ozzy Osborne (vocal), Bill Ward (drum), dan Geezer Buttler (bas), serta ditambah dua musikus yaitu, Jimmy Philips (gitar) dan Acker Bilk (saksofon). Nama band ini sebelum mengusung nama Black Sabbath adalah Polka Tulk yang awalnya lebih banyak memainkan musik Blues.

Setelah Jimmy dan Acker cabut dari formasi band ini, nama grup ini pun berubah menjadi “Earth Blues Company”. Earth Blues Company mencoba menulis materi lagu. Lagu pertama yang mereka ciptakan berjudul “Wicked World”, lalu “Black Sabbath”. Dari judul lagu Black Sabbath itulah mereka kemudian sepakat mengubah nama “Earth Blues Company” menjadi “Black Sabbath”. Saat itu mereka sedang gandrung–gandrungnya dengan bioskop yang seringkali memutar film–film horror. “kalau orang mau beli tiket buat nonton film horror hingga ketakutan, maka suatu ketika mereka akan melihat grup band, kata Tony Iommi kepada rekan–rekannya saat memulai kiprah “Black Sabbath”. Kebetulan Buttler mempunyai kebiasaan membaca atau menonton kisah mistis dan horror hingga bisa dijadikan sebagai sumber inspirasi dalam menulis lagu bertema gelap.

Sebagai salah satu referensi, ternyata tidak Cuma nama grup dan tema lagu yang berubah tetapi juga musik Black Sabbath juga ikut berubah. Berkat jasa sang manajer Jim Simpson, Black Sabbath akhirnya bisa teken kontrak dengan perusahaan rekaman Vertigo pada tahun 1969, dan berhasil merilis album pertama di tahu 1970. Album yang digarap dalam waktu dua hari itu rupanya dipakai buat melunasi utang para personel Black Sabbath. Ketika album tersebut sukses di pasaran, mereka hanya mendapatkan sedikit keuntungan.

Sejak itu, citra setan mulai tertuju pada mereka. Bahkan di cover album petama mereka menampilkan sosok seorang wanita penyihir yang berdiri ditengah belantara hutan. Orang pun akan bisa menebak di toko Piringan Hitam atau kaset, bahwa Black Sabbat memang menggelar lagu–lagu beruji nyali. Jadi bisa disimpulkan mereka menjadi pencipta genre baru di jalur musik rock lewat lagu–lagu bernuansa gelap. Saat band lain menyuguhkan lagu–lagu dengan tema seks bebas, perang, cinta atau drugs, Black Sabbath malah tampil beda dengan gaya yang menakutkan.

Gaya musik mereka menjadi referensi bagi band–band underground pengusung heavy metal, black metal, atau death metal. Predikat sebagai grup yang menggelar lagu–lagu horror semakin santer saat mereka merilis album kedua di akhir tahun 1970. Album tersebut berjudul “Paranoid”, meski album tersebut sarat dengan sentuhan musik rock n roll yang rancak dengan sedikit sentuhan heavy, tetapi album tersebut mampu membawa pendengar ke alam yang mengerikan.

Inspirasi untuk menulis lagu–lagu bernuansa horror tidak hanya diambil dari novel film, tetapi ada pula yang terinspirasi dari orang yang punya kelainan jiwa dan pemakai narkoba.
Album Paranoid melejit ke puncak tangga album di Inggris dan berhasil melambungkan lagu ‘War Pigs”. Album ini juga berhasil menembus pasar Amerika. Sejak saat itulah Black Sabbath aktif menggelar konser dengan aksi panggung Ozzy Osborne yang teatrikal. Aksi panggung Ozzy Osborne yang sadistis tersebut juga dijadikan referensi dan memberi pengaruh terhadap penyanyi rock di Indonesia era 70 an, yaitu Ucok AKA Harahap.

Setelah album Paranoid sukses berat di pasaran, kemudian Black Sabbath melempar album ketiga berjudul “Master of Reality” di tahun 1971. Lagi–lagi album itu sukses menembus Amerika Top 10 , dan menjadi best seller selama setahun. Sukses dengan album “Master of Reality” akhirnya berlanjut ke album ke album “Vol 4” pada tahun 1972. dalam album itu terlihat perubahan pada bidang musik Black Sabbath, khususnya dalam struktur melodi. Namun lagu–lagu mereka masih bertema horor.

Lagu “Supernaut”, “Under the Sun” , dan “Cornucopia” dalam album Vol 4 tersebut jadi terasa lebih soft dibandingkan dengan album–album Black Sabbath sebelumnya. Bahkan di album itu, mereka mulai merancang komposisi instrumentalia, yaitu dalam lagu berjudul “Laguna Sunrise”
“Sabbath Bloody Sabbath” menjadi album heavy metal yang paling fenomenal. Berkat, Album yang dirilis pada tahun 1974 ini , Black Sabbath disebut–sebut sebagai pelopor heavy metal dengan warna yang lain.

Inspirasi dari lagu – lagu seperti ‘Killing Yourself to Live”, “Looking for Today”, dan “Sabbath Bloody Sabbath” konon diperoleh di sebuah puri, Clearwell Castle-Wales. Pada album itu Black Sabbath, melibatkan Rick Wakeman (pemain keyboard Yes) untuk mengisi beberapa bagian.

Sayang, kesusksesan itu tidak diimbangi dengan kekompakan grup. Black Sabbath juga mengalami masalah manajerial kontrak, termasuk perbedaan selera musik. Gonjang–ganjing mulai terasa sejak mereka merilis album “Sabotage” di tahun 1975 yang dianggap sebagai puncak grup Black Sabbath dengan vocalis Ozzy Osborne.

Masalahnya Tony Iommi menginginkan warna musik Black Sabbath lebih eksperimental. Ide tersebut didukung oleh Buttler. Tetapi ditentang oleh Bill dan Ozzy. Akibat perselisihan tersebut, album mereka berikutnya, yaitu “we Sold Our Soul for Rock N Roll” yang dirilis pada tahun 1976, dan “terminal Ecstasy” rilis tahun 1976, serta Never Say Die” yang rilis tahun 1978, dianggap sebagai karya tidak sedahsyat album “Sabotage”

Puncaknya Ozzy Osborne cabut dari grup pada tahun 1978, dan untuk sementara Black Sabbath merekrut Dave Walker sebagai pengganti Ozzy Osborne. Tapi sayang kemampuan Walker jauh dibawah Ozzy Osborne. Black Sabbath kemudian mengajak mantan vocalis Richie Blackmore’s Rainbow, yaitu Ronnie James Dio untuk bergabung dalam formasi Black Sabbath.

Beberapa pengganti Ozzy Osborne kewalahan untuk mengangkat image horror dalam setiap aksi panggung Black Sabbath. Sebaliknya, Ozzy Osborne yang memilih untuk bersolo karir justru melenggang sukses dengan menawarkan aksi–aksi teatrikal. Meski begitu Black Sabbath terus menghasilkan album. Mereka kemudian merilis album “Heaven and Hell (1980), “Mob Rules” (1981), dan Live Evil” (1983). Meski Ronnie James Dio tidak mampu menampilkan aksi panggung yang menakutkan seperti halnya Ozzy Osborne dulu, tetapi dengan warna vocl Ronnie yang baritone sesekali tenar melengking tinggi dengan vibrasi yang khas terdengar cukup menyeramkan.

Selama merilis ketiga album tersebut, formasi Black Sabbath berubah. Posisi Bill pada album – album tadi diambil alih oleh Vinnie Appice. Tetapi setelah merilis album “Live Evil” Appice dan Ronnie James Dio cabut. Posisi Appice kembali dipegang oleh Bill. Di posisi vocal, Black Sabbath merekrut Dane Donato, lau mantan frontman Deep Purple, Ian Gillan, pada tahun 1984, Buttler mundur.

Meski sering ganti formasi, Black Sabbath terus merilis album, antara lain “Born Again” (1983). Di tengah bongkar pasang pemain, Ozzy hadir lagi. Bukan lantaran untuk mengikuti konser Live AID di Weenmbley Stadium pada tanggal 13 Juli 1985, melainkan benar–benar kembali dan berlanjut pada proyek album “Seventh Star” di tahun 1986.Sayang posisinya tidak bertahan lama karena kemudian digantikan lagi oleh Tony Martin.

Formasi Black sabbat yang terdiri atas, Tony Martin (vocal), Cozy Powell (drum), Neil Muray (bass), dan Tony Iommi (gitar) merupakan formasi terbaik sejak Ozzy Osborne keluar. Album–album yang mereka hasilkan seperti “Headless Cross” (1989), dan “TYR” (1990), sukses di pasaran.Sayang Cozy Powell dipecat oleh Tony Ioomi karena masalah kedisiplinan. Akibatnya album “Dehumnazer“ (1992), dan “Cross Purpose” (1994) kurang berhasil. Black Sabbath pun menarik kembali Cozy Powell atau bisa dikatakan formasi album “Headless Cross” terbentuk kembali. Kali ini mereka merekam album “Forbidden” (1995) yang ternyata lebih sukses.

Ikhwal reuni Black sabbat bermula ketika Tony Iommi dan Buttler tampil dalam acara Ozzfest. Kebetulan Ozzy Osborne tertarik untuk berkumpul bersama dua sahabat lamanya itu, Bill menyusul mereka bertiga. Reuni berlanjut dengan konser di arena NEC–Ashton Birmingham bulan Desember 1997. Konser tersebut di dokumentasikan dalam album “Reunion” yang melejitkan hit “Iron Man” yang menjadi penampil terbaik di penghargaan Grammy Awards di tahun 1998.

Black Sabbath

Image

Image

Kategori:Kehidupanku Tag:

Dave Mustaine, “Founder Megadeth”


Image
Banyak orang tahu bahwa Dave Mustaine adalah salah satu pelopor pendiri Metallica, walaupun akhirnya ia tidak pernah muncul dalam album Metallica. Dave Mustaine memiliki andil besar dalam pembentukan sound trash metal unik dalam kumpulan musik di dalam band cadas itu.
Dave Mustaine, lahir pada tanggal 13 September 1961 di La Mesa, California. Dave Mustaine dan keluarganya merupakan keluarga no maden karena seringkali berpindah – pindah rumah untuk menghindari keganasan bapak Dave Mustaine yang galak dan suka memukul di saat mabuk. Maklum bapak Dave Mustaine adalah seorang alcoholic.

Dave Mustaine mengenal musik dari kakaknya, yang menyukai lagu – lagu Cat Stevens. Namun pada akhirnya Dave lebih suka mendengarkan musik metal yang keras. Dari kesukaannya akan musik Dave sedikit – sedikit mulai belajar gitar dan mencoba untuk tidak mengikuti jejak bapaknya yang merupakan seorang loser. Namanya juga manusia yang tidak tahan terhadap godaan, ternyata Dave gagal karena ia malah jadi pencandu alcohol dan drugs. Saat itu juga Dave mulai berkenalan dengan New Wave of Heavy Metal seperti Iron Maiden, Saxon, Motor Head, Venom dari seorang client yang berjanji memberinya bayaran dalam bentuk album.

Dari Los Angeles, Dave Mustaine mendapatkan pengaruh gaya musik heavy, dan disitu Dave juga mendapatkan inspirasi untuk membentuk sebuah band yang benar – benar bisa main musik dan bukan jual tampang semata seperti anak – anak boyband. Tidak disangka berkumpulnya para personel di band besar seperti Metallica hanya melalui sebuah iklan Koran. Tetapi itu memang benar. Karena pada kenyataannya memang Dave Mustaine bertemu dengan James Hatfield (gitar), Lars Ulrich (drum), dan Ron McGovney (bass) dari iklan Koran dan yang kemudian melahirkan nama Metallica.

Pada mulanya Metallica tidak sukses di Los Angeles, tetapi Metallica telah menjadi inspirator bagi band metal lainnya. Metallica pindah ke San Fransisco, pada saat itu juga McGovney sang basis tersingkir dan diganti oleh Cliff Burton. Dengan formasi ini mereka jadi sering mendapatkan job manggung dan akhirnya demo mereka yang berjudul “No Life Till Leather “ dilirik label independent Megaforce yang membuat Metallica berpindah tempat lagi ke New York.

Dave Mustaine kembali menjadi pemabuk di New York dan teman – teman lain di Metallica tidak dapat mentolerir sikap Dave Mustaine tersebut. Akhirnya Dave pulang kampung dan disana ia mendapat ide membentuk sebuah band baru . Keinginan Dave Mustaine membentuk band baru terkabul karena bersama Dave Ellefson (bass), Lee Rash (drum), Kerry King (mantan gitaris Slayer) kemudian mereka membentuk band bernama Megadeth.

Pada tahun 1984, Gar Samuelson masuk menggantikan Lee dan posisi Kerry King yang bergabung lagi dengan Slayer kemudian digantikan Chris Poland. Perubahan formasi tersebut terjadi pada saat Megadeth menandatangani kontrak dengan Combat Record.

Setelah tanda tangan kontrak dengan label tersebut. Megadeth merilis album yang bertitle “Killing Is My Business” (1985). Ternyata album tersebut cukup menggemparkan dunia metal underground. Tak lama kemudian album “Peace Sells…But Who’s Buying” dirilis dibawah label Capitol Record. Album ini berhasil menggondol gold dalam penjualannya

Setelah Megadeth menjadi tenar Dave Mustaine malah terperosok labih jauh dalam dunia narkoba. Pada akhir 80-an anggota tetap Megadeth hanya tinggal Dave Mustaine dan Dave Ellefson saja. Menjelang tahun 1988, nama Megadeth mulai melejit lagi dengan album “So Far So Good” diikuti dengan “Rush in Peace”

Pada saat itu Dave Mustaine dianggap telah bebas dari penggunaan narkoba oleh press. Tapi anggapan itu salah besar karena Dave Mustaine mulai membuat pengakuannya ia mengatakan bahwa dialah yang menulis lagu – lagu buat Metallica. Karena memang tidak bisa dipungkiri bahwa sebenarnya Dave Mustaine banyak memberi kontribusi kepada Metallica lewat lagu The Four Horsemen, Jump in the Fire, Phantom Lord, Metal Militia, Ride the Lighting, dan Call of Ktulu.Pada tahun 1992 Megadeth kembali meraih kesuksesan dengan merilis album Countdown to Extinction, yang disusul Youthanasia (1994) , dan Cryptic Writings (1997). Disamping itu Dave Mustaine juga terlibat dalam penggarapan film documenter Metal yang disutradarai Penelope Spheeris yang berjudul kemudian berkesempatan menyiarkan program Decline of Western Civilization II.: The Metal Years,Democratic National Convention di MTV pada tahun 1992.
Setelah hampir terengut nyawanya, Dave Mustaine memutuskan untuk tidak lagi menjadi junkies dan benar – benar fokus kepada musik Megadeth ini dibuktikan dengan dirilisnya album Eksperimental Megadeth di tahun 1999, dan di tahun 2001 bersama label baru Sanctuary, Megadeth merilis album The World Need a Hero.

Setelah meraih kesuksesan, Dave Mustaine malah membubarkan Megadeth. Alasan Dave Mustaine karena lengan kirinya cedera cukup parah sehingga ia tidak dapat memainkan gitarnya selama beberapa waktu. Meski punkini Megadeth tinggal nama saja tetapi Dave Mustaine akan tetap berada di jalur rock, walau bukan menjadi musisi lagi.

Foto Dave Mustaine
Image
Image
Image
Image
Kategori:Kehidupanku, Musik Tag:

Review Penampilan Evanescence


Image

Salah satu momentum yang cukup mengundang perhatian pada malam penampilan band asal Little Rock, Arkansas, AS ini adalah ketika barisan penonton kelas festival merangsek masuk ke barisan penonton kelas VIP.

Beberapa ada yang langsung memanjat pagar pembatas, sedangkan sisanya mengikuti instruksi petugas keamanan yang tiba-tiba mengijinkan para penonton untuk “naik kelas” dengan membukakan pintu yang ada di sekat pembatas tadi.

Insiden “naik kelas” yang terjadi tepat beberapa menit sebelum Evanescence naik ke atas panggung bisa jadi merupakan kado termanis bagi mereka yang membeli tiket kelas festival. Sementara mereka yang terlanjur membeli tiket kelas VIP hanya bisa gigit jari menahan kecewa. “Wah, tahu gitu kita beli yang festival aja ya,” celetuk salah seorang penonton VIP yang mengeluhkan insiden itu.

Entah apa yang sedang dialami promotor Showmaxx Entertaiment sampai mempersilakan kapasitas kelas seharga Rp 1.200.000 itu diisi oleh penonton kelas-kelas di bawahnya. Padahal menurut kabar yang beredar sebelum konser, tiket VIP yang dijua pihak promotor ludes terjual tanpa sisa.

Yang jelas ketika hits terakhir “Pasti Cemburu” selesai dimainkan Gecko sebagai band pembuka malam itu, barisan penonton kelas termewah di acara ini masih belum mencapai separuhnya.

Histeria para penonton “naik kelas” itu pun kian menjadi ketika selang beberapa menit kemudian beat drums intro lagu “What You Want” dimainkan drummer Will Hunt yang secara tidak langsung menjadi penanda bahwa “pesta malam ini dimulai!”

Tanpa banyak bicara, frontwoman Amy Lee pun langsung keluar dari belakang panggung dan segera menyamber mic sambil menyanyikan bait lagu single pertama album Evanescence yang rilis Oktober 2011 lalu itu.

Animo penonton tetap terjaga ketika sebuah nomer lawas dari album yang mengangkat nama band rock moderen ini di tahun 2003, Fallen, “Going Under” dimainkan sebagai lagu ke dua. Sing along para penonton pun terus mengalir tanpa henti.

Ini seakan membuktikan bahwa mereka yang hadir adalah benar-benar penggemar setia Amy Lee cs yang telah menunggu kehadiran band ini di tanah air sejak ketenaran mereka masih memuncak sembilan tahun yang lalu.

Dari tujuh belas lagu yang dibawakan, sebagian besar diambil dari album terbaru Evanescence. Beberapa single seperti “Lost in Paradise”, “My Heart is Broken”, dan “Swimming Home” menunjukkan betapa impresifnya permainan piano serta vokal Lee.

Ia benar-benar menikmati konser malam itu. Sedikit kata-kata yang ia umbar kepada penonton. Hanya beberapa patah kata seperti “Thank you, Anda semua senang?”, dan “Kalian hebat!” yang diucapkan satu-satunya personil perintis band ini yang masih tersisa.

Histeria yang disambut dengan nyanyian para penonton kembali tinggi saat hits dari album penuh ke dua, The Open Door, “Call Me When You’re Sober” dimainkan. Energi yang dibawa kawanan Arkansas ini pun kembali terkumpul setelah sebelumnya mereka membawakan lagu-lagu bertempo sedang, “Sick” dan “Oceans”.

Bahkan drummer Will Hunt berkali-kali menunjukkan aksi akrobatik dengan melempar lalu menangkap stik drum di tangan kirinya di sepanjang lagu yang video musiknya mengambil tema Little Red Riding Hood ini.

Hype pun kembali tinggi saat single andalan “Bring Me To Life” dimainkan. Lantunan denting piano yang muncul dari keyboard Lee langsung disambut oleh teriakan histeris penonton yang kemudian turut bernyanyi bersama sang vokalis. Meskipun bagian rap vokalis 12 Stones, Travis McCoy dihilangkan, namun lagu ini tetap memukau ribuan penonton yang sudah menunggu lagu ini dimainkan sejak awal konser.

Hal lain yang perlu mendapat acungan dua jempol adalah konsep tata lampu yang menyorot panggung malam itu. Dengan backdrop seperti pada sampul album Evanescence: kain hitam polos dengan goresan noda biru keungu-unguan ditengah serta tulisan “Evanescence” yang timbul-tenggelam dari sorotan proyektor dengan dua lampu neon biru panjang melintang di belakangnya semakin menambah nuansa gothic dari musik dark rock yang mereka usung.

Kilatan cahaya merah, biru, hijau, dan ungu yang bersumber dari lampu merkuri warna-warni seakan-akan turut bermain, bergantian menyorot tulisan nama band ini di tengah-tengah backdrop.

Konser malam itu pun akhirnya berakhir dengan encore dua lagu, “Your Star” dan “My Immortal” yang memang ditunggu-tunggu oleh penonton sejak awal konser. Dan Lee kembali memukau dengan permainan piano impresif-nya serta penjiwaan lirik yang ia lakukan saat bernyanyi.

Aksi lempar head snare dan floor-tom drums yang dilakukan Will Hunt, serta bagi-bagi pick gitar oleh duo gitaris Terry Balsamo dan Troy McLawhorn, juga bassist Tim McCord menjadi hiburan penutup yang membuat para pengiring Amy Lee itu belum bisa meninggalkan panggung.

Secara keseluruhan, konser ini masih milik Amy Lee. Figurnya terlalu kuat untuk band yang menyisakan dia seorang sebagai personel tetap Evanescence dari awal berdiri. Suaranya yang memukau serta kepiawaiannya bermain piano membuatnya menjadi the woman on stage that mattered malam itu. Evanescence itu Amy Lee. Begitu juga sebaliknya

Foto Konser Evanescence

Image

Image

Image

Image

Kategori:Kehidupanku, Musik Tag: